more
ANOMALI KEBIJAKAN
WAKIL RAKYAT
Untuk kesekian kalinya para wakil rakyat di senayan
membuat rakyat yang diwakilinya berdecak kagum atas setiap kebijakannya. Tapi
sayang, kekaguman itu bukan karena
kebijakan yang menguntungkan bagi rakyat tapi malah sebaliknya, kebijakan itu semakin
membuat rakyat bangsa ini sakit hati.
Betapa tidak, ditengah kehidupan kebanyakan rakyat yang
berada dalam kondisi kemiskinan, para wakil rakyat kita semakin pamer tempat
kerja mewah, ruang rapat mewah, dan akan membangun tempat parkir wah!!!, hingga
toilet yang bebas dari “arwah”. Suatu keadaan yang menggelikan dan sangat
paradoksal.
Entah apa yang ada dalam benak sebagian besar DPR kita yang berencana
membangun toilet baru dengan dana milyaran rupiah? entah setan apa yang telah
merasuki pikiran mereka? Mereka seakan tidak punya nurani dan tertutup mata
hatinya. Ataukah mereka terlalu asyik menikmati kursi kekuasaan sehingga mereka
lupa dan tidak bisa lagi melihat kondisi masyarakatnya. Atau mungkin juga
mereka hanya berpura-pura tidak tahu atau tidak mau mengerti tentang apa
sebenarnya yang terjadi dan apa sesungguhnya yang sedang dirasakan oleh
sebagian besar masyarakat bangsa ini yang terus bergumul dengan kemiskinan dan
kesengsaraan yang terus mendera.
Sudahkah para wakil rakyat kita di senayan benar-benar mewakili rakyat yang
telah memilihnya?. Masih ingatkah mereka tentang janji-janji manis dalam masa
kampanye dulu. Mereka (DPR) tidak segan-segan datang ke rumah kita yang kumuh
hanya untuk bertegur sapa, mereka juga tidak pernah berpikir dua kali untuk
hanya sekedar memberikan uang buat beli rokok dan seisi dapur kita.
Namun sayangnya, rasa empati dan sikap merakyat para DPR kita pada waktu
masa kampanye dulu tidak tampak lagi ketika mereka sudah menghirup bau harum
kekuasan di senayan. Seperti kacang lupa kulitnya. Para wakil rakyat kita hanya
memberi harapan-harapan tanpa pernah merealisasikannya dalam sebuah kenyataan.
Kita tidak pernah sadar bahwa pemberian mereka bukan tanpa pamrih. Dalam benak
mereka pasti terbesit jika uang yang dikeluarkan saat kampanye akan terganti
ketika terpilih nanti.
Ketika sebagian besar masyarakat bangsa ini tidak punya rumah dan tak punya
baju untuk dipakai, sulit mendapatkan air bersih bahkan sulit mendapatkan
sesuap nasi setiap harinya. Keadaan terbalik dialami para wakilnya di senayan yang
dengan leluasa dan bebas merencanakan pembangunan toilet dengan dana yang besar.
Bahkan para wakil rakyat itu telah menghabiskan uang rakyat bermilyaran rupiah
hanya untuk mempercantik ruangan rapat berikut meja, kursi, dan karpet yang
sebenarnya stok lama masih layak pakai.
Jika mereka para wakil rakyat itu adalah orang yang waras dan tidak serakah
mestinya mereka akan berpikir seribu kali setiap akan mengambil kebijakan. Karena
masih banyak rakyat yang mereka wakili tak punya tempat berteduh bahkan “maaf”
tempat buang air besarpun tak pernah tersedia di rumahnya.
Pembuatan kalender merupakan kebijakan lain yang sebenarnya jauh dari
kepentingan rakyat dan sarat dengan kepentingan proyek. Pertanyaannya, untuk
apa dan buat siapa kalender itu dibuat? Tidak lebih baikkah jika uang ratusan
bahkan milyaran rupiah itu dialokasikan untuk menciptakan lapangan pekerjaan
bagi masyarakat kita yang telah banyak menjadi budak di negeri sebrang.
Bukankah kalender hanya dipakai paling lama hanya dalam jangka waktu satu tahun.
Bandingkan, apabila uang milyaran rupiah itu digunakan untuk suatu hal yang
lebih produktif dalam memberdayakan rakyat seperti memberi modal pada rakyat,
membuatkan rakyat rumah yang layak huni dan lain sebagainya. Tidak kah itu Jauh
akan lebih berguna dibandingkan dengan pembuatan kalender. Sekali lagi, tidak
lebih baikkah jika dana “nganggur” tersebut digunakan untuk memberdayakan dan
membantu rakyat yang berada dalam krisis struktural.
Kebijakan-kebijakan yang bersifat anomali di atas
merupakan cermin bahwa para wakil rakyat kita sangat gemar memproduksi
kebijakan-kebijakan yang tidak pro-rakyat. Tidak hanya kali ini saja
kebijakan-kebijakan yang bersifat anomali itu muncul. Beberapa bulan yang lalu,
juga pernah ada rencana para anggota legislatif kita untuk membangun gedung DPR
baru, namun rencana itu batal karena adanya resistensi dari rakyat. Masih dalam
moment yang sama, para DPR kita mengahabiskan uang negara untuk jalan-jalan ke
berbagai negara dengan alasan studi banding. Rencana itu terealisasi tapi
sampai saat ini rakyat masih belum merasakan hasilnya. Masih belum cukup
faktakah untuk mengatakan bahwa memang para wakil rakyat kita tidak pernah
perduli dengan kita semua sebagai pemilihnya.? dan masih pantaskah mereka
mewakili aspirasi kita? hanya anda (para pembaca) yang bisa membantu
menjawabnya. Lantas apa yang akan kita lakukan.? diamkah?atau bergerak...!
Demikianlah para DPR kita telah melakukan anomali besar-besaran dalam
menggunakan jabatan dan fungsinya sebagai wakil rakyat. Kebijakan–kebijakan
mereka lebih banyak didasari oleh kompromi-kompromi politik dan kongkalikong proyek
dengan para politisi lainnya yang berada dalam lingkar setan kekuasaan.
Anomali kebijakan yang lahir dari rahim parlemen ini akan semakin
menyuburkan distrust masyarakat terhadap eksistensi DPR sebagai
kepanjangan tangan rakyat karena kebijakan-kebijakan itu merupakan cermin
ketidak perdulian DPR kita terhadap para pemilihnya, warga masyarakat
Indonesia. Demikian pula pemerintah juga mengalami hal sama dengan DPR
kebijakan-kebijakan pemerintah masih abu-abu dan penuh dengan intrik dan
kompromi politik dengan pihak-pihak yang sampai sekarang masih memperebutkan
nikmatnya kursi kekuasaan.
Jika kebijakan-kebijakan yang bersifat anomali (menyimpang) dan tidak
populis di atas tetap dipelihara dan terus diproduksi oleh para stake holder
bangsa ini maka tidak mustahil jika rakyat akan bersifat apatis terhadap
kondisi bangsanya sendiri. Dan itu merupakan indikasi bahwa perlahan tapi pasti
bangsa ini akan mengalami mati suri. Oleh karena itu, sudah saatnyalah semua
elemen bangsa ini saling menasehati, intropeksi agar bangsa ini tetap tegak
berdiri.
Oleh: Siful Arifin
Penulis adalah mahasiswa pasca sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya dan mantan
aktivis lembaga pers mahasiswa (LPM) Solidaritas
Terbit di
kalteng pos edisi 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar