Pages - Menu

Laman

Minggu, 27 Januari 2013

ANOMALI KEBIJAKAN WAKIL RAKYAT


more
ANOMALI KEBIJAKAN WAKIL RAKYAT
Untuk kesekian kalinya para wakil rakyat di senayan membuat rakyat yang diwakilinya berdecak kagum atas setiap kebijakannya. Tapi sayang,  kekaguman itu bukan karena kebijakan yang menguntungkan bagi rakyat tapi malah sebaliknya, kebijakan itu semakin membuat rakyat bangsa ini sakit hati. 
Betapa tidak, ditengah kehidupan kebanyakan rakyat yang berada dalam kondisi kemiskinan, para wakil rakyat kita semakin pamer tempat kerja mewah, ruang rapat mewah, dan akan membangun tempat parkir wah!!!, hingga toilet yang bebas dari “arwah”. Suatu keadaan yang menggelikan dan sangat paradoksal.
Entah apa yang ada dalam benak sebagian besar DPR kita yang berencana membangun toilet baru dengan dana milyaran rupiah? entah setan apa yang telah merasuki pikiran mereka? Mereka seakan tidak punya nurani dan tertutup mata hatinya. Ataukah mereka terlalu asyik menikmati kursi kekuasaan sehingga mereka lupa dan tidak bisa lagi melihat kondisi masyarakatnya. Atau mungkin juga mereka hanya berpura-pura tidak tahu atau tidak mau mengerti tentang apa sebenarnya yang terjadi dan apa sesungguhnya yang sedang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat bangsa ini yang terus bergumul dengan kemiskinan dan kesengsaraan yang terus mendera.
Sudahkah para wakil rakyat kita di senayan benar-benar mewakili rakyat yang telah memilihnya?. Masih ingatkah mereka tentang janji-janji manis dalam masa kampanye dulu. Mereka (DPR) tidak segan-segan datang ke rumah kita yang kumuh hanya untuk bertegur sapa, mereka juga tidak pernah berpikir dua kali untuk hanya sekedar memberikan uang buat beli rokok dan seisi dapur kita.
Namun sayangnya, rasa empati dan sikap merakyat para DPR kita pada waktu masa kampanye dulu tidak tampak lagi ketika mereka sudah menghirup bau harum kekuasan di senayan. Seperti kacang lupa kulitnya. Para wakil rakyat kita hanya memberi harapan-harapan tanpa pernah merealisasikannya dalam sebuah kenyataan. Kita tidak pernah sadar bahwa pemberian mereka bukan tanpa pamrih. Dalam benak mereka pasti terbesit jika uang yang dikeluarkan saat kampanye akan terganti ketika terpilih nanti.
Ketika sebagian besar masyarakat bangsa ini tidak punya rumah dan tak punya baju untuk dipakai, sulit mendapatkan air bersih bahkan sulit mendapatkan sesuap nasi setiap harinya. Keadaan terbalik dialami para wakilnya di senayan yang dengan leluasa dan bebas merencanakan pembangunan toilet dengan dana yang besar. Bahkan para wakil rakyat itu telah menghabiskan uang rakyat bermilyaran rupiah hanya untuk mempercantik ruangan rapat berikut meja, kursi, dan karpet yang sebenarnya stok lama masih layak pakai.
Jika mereka para wakil rakyat itu adalah orang yang waras dan tidak serakah mestinya mereka akan berpikir seribu kali setiap akan mengambil kebijakan. Karena masih banyak rakyat yang mereka wakili tak punya tempat berteduh bahkan “maaf” tempat buang air besarpun tak pernah tersedia di rumahnya.
Pembuatan kalender merupakan kebijakan lain yang sebenarnya jauh dari kepentingan rakyat dan sarat dengan kepentingan proyek. Pertanyaannya, untuk apa dan buat siapa kalender itu dibuat? Tidak lebih baikkah jika uang ratusan bahkan milyaran rupiah itu dialokasikan untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat kita yang telah banyak menjadi budak di negeri sebrang. Bukankah kalender hanya dipakai paling lama hanya dalam jangka waktu satu tahun. Bandingkan, apabila uang milyaran rupiah itu digunakan untuk suatu hal yang lebih produktif dalam memberdayakan rakyat seperti memberi modal pada rakyat, membuatkan rakyat rumah yang layak huni dan lain sebagainya. Tidak kah itu Jauh akan lebih berguna dibandingkan dengan pembuatan kalender. Sekali lagi, tidak lebih baikkah jika dana “nganggur” tersebut digunakan untuk memberdayakan dan membantu rakyat yang berada dalam krisis struktural.
Kebijakan-kebijakan yang bersifat anomali di atas merupakan cermin bahwa para wakil rakyat kita sangat gemar memproduksi kebijakan-kebijakan yang tidak pro-rakyat. Tidak hanya kali ini saja kebijakan-kebijakan yang bersifat anomali itu muncul. Beberapa bulan yang lalu, juga pernah ada rencana para anggota legislatif kita untuk membangun gedung DPR baru, namun rencana itu batal karena adanya resistensi dari rakyat. Masih dalam moment yang sama, para DPR kita mengahabiskan uang negara untuk jalan-jalan ke berbagai negara dengan alasan studi banding. Rencana itu terealisasi tapi sampai saat ini rakyat masih belum merasakan hasilnya. Masih belum cukup faktakah untuk mengatakan bahwa memang para wakil rakyat kita tidak pernah perduli dengan kita semua sebagai pemilihnya.? dan masih pantaskah mereka mewakili aspirasi kita? hanya anda (para pembaca) yang bisa membantu menjawabnya. Lantas apa yang akan kita lakukan.? diamkah?atau bergerak...!
Demikianlah para DPR kita telah melakukan anomali besar-besaran dalam menggunakan jabatan dan fungsinya sebagai wakil rakyat. Kebijakan–kebijakan mereka lebih banyak didasari oleh kompromi-kompromi politik dan kongkalikong proyek dengan para politisi lainnya yang berada dalam lingkar setan kekuasaan.
Anomali kebijakan yang lahir dari rahim parlemen ini akan semakin menyuburkan distrust masyarakat terhadap eksistensi DPR sebagai kepanjangan tangan rakyat karena kebijakan-kebijakan itu merupakan cermin ketidak perdulian DPR kita terhadap para pemilihnya, warga masyarakat Indonesia. Demikian pula pemerintah juga mengalami hal sama dengan DPR kebijakan-kebijakan pemerintah masih abu-abu dan penuh dengan intrik dan kompromi politik dengan pihak-pihak yang sampai sekarang masih memperebutkan nikmatnya kursi kekuasaan.
Jika kebijakan-kebijakan yang bersifat anomali (menyimpang) dan tidak populis di atas tetap dipelihara dan terus diproduksi oleh para stake holder bangsa ini maka tidak mustahil jika rakyat akan bersifat apatis terhadap kondisi bangsanya sendiri. Dan itu merupakan indikasi bahwa perlahan tapi pasti bangsa ini akan mengalami mati suri. Oleh karena itu, sudah saatnyalah semua elemen bangsa ini saling menasehati, intropeksi agar bangsa ini tetap tegak berdiri.
Oleh: Siful Arifin
Penulis adalah mahasiswa pasca sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya dan mantan aktivis lembaga pers mahasiswa (LPM) Solidaritas
Terbit di kalteng pos edisi 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar