Selasa, 27 Agustus 2013



 POLITISASI KONSTITUSI

Pada Sabtu dini hari, di ujung bulan Maret yang lalu. Tepatnya, pada 31 maret 2012 pimpinan DPR-RI mengetuk palu sebagai simbol disahkannya ayat baru. Yakni pasal 7 ayat (6a) yang mengatur tentang prosedur atau langkah-langkah kenaikan BBM ditinjau dari aspek konstitusi. Selain itu, rapat paripurna tersebut menghasilkan putusan bahwa kenaikan BBM tidak akan terjadi pada 01 april 2012. Namun demikian, harga BBM akan dinaikkan oleh pemerintah jika harga Indonesia Crude Oil (ICP) secara rata-rata mencapai 15% dari asumsi awal 95 dollar AS per barrel pada enam bulan terakhir dihitung mundur ke belakang.
Rapat paripurna pada saat itu berlangsung alot dan penuh kemelut. Fraksi PDI-P dan Fraksi Partai Hanura melakukan walk out dari rapat, karena menganggap suasana rapat sudah tidak steril dari kepentingan politik golongan.
Pro kontra tentang kenaikan BBM terus saja menggema mengiringi perjalanan rapat. Waktu jeda pun seringkali dilakukan untuk melakukan lobi-lobi agar perjalanan rapat tidak deadlock dan bisa menghasilkan keputusan yang bisa diterima oleh semua pihak.
Fraksi-fraksi partai politik di DPR-RI pun terpecah belah menjadi dua kubu. Yakni, kubu koalisi dan oposisi. Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PPP, Fraksi PAN, dan Fraksi PKB sama-sama berada di garis koalisi yang mendukung kenaikan BBM. Hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mitra koalisi yang menolak adanya kenaikan BBM.
Sementara itu, Fraksi PDI-P, Fraksi Gerindra, Fraksi Hanura sebagai kelompok oposisi dan ditambah Fraksi PKS sebagai satu-satunya partai koalisi yang berseberangan tetap konsisten menolak kenaikan BBM, sekaligus juga menolak disahkannya pasal 7 ayat 6 (a). Dalam pandangan kelompok oposisi, pasal baru tersebut bertentangan dengan ayat sebelumnya dan sangat berpotensi untuk memberi ruang terhadap adanya kenaikan BBM. Dengan demikian, kelompok yang menolak kenaikan BBM ini tetap berpegang teguh pada pasal 7 ayat 6 yang menyatakan harga BBM bersubsidi tidak boleh dinaikkan.
Politik Ketergantungan
Jika diamati dengan cermat maka, keluarnya pasal 7 ayat 6 (a) tersebut merupakan opsi yang diajukan oleh partai Golkar. Pada hari-H sebelum rapat paripurna digelar melalui ketua umumnya partai bergambar pohon beringin tersebut menyatakan menolak rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Namun pada detik-detik terakhir pengambilan keputusan, Golkar mendukung kenaikan harga BBM dengan syarat sebagaimana yang diusulkan oleh  Fraksi Partai Golkar yang kemudian menjadi isi penambahan ayat baru tersebut.
Disinilah kepiawaian para politisi partai Golkar terlihat. Sebagai partai yang sudah kenyang pengalaman, Partai Golkar mampu menyetir kebijakan pemerintah. Disatu sisi, partai Golkar tidak ingin kehilangan simpati publik namun disisi lain Golkar juga tidak ingin kehilangan kompensasi menteri.
Diakui atau tidak, suara partai Golkar pada rapat paripurna yang membahas kenaikan BBM tersebut merupakan penentu kebijakan. Seandainya partai Golkar tetap konsisten untuk menolak kenaikan BBM tanpa syarat maka sangat besar kemungkinan peta politik hari ini akan berbeda.
Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang secara berani berseberangan dengan pemerintah mendapat kecaman bahkan ancaman dari mitra koalisi lainnya. PKS santer diberitakan akan dikeluarkan dari koalisi.
Gertakan yang semacam ini sebenarnya menunjukan bahwa pemerintahan saat ini sangat lemah, mudah dikontrol dan penuh ketergantungan pada kekuasaan partai politik. Ini sangat berbahaya bagi eksistensi dan keberlanjutan pemerintahan SBY-Bodieono. Jika hal ini tidak disadari dan tidak diperbaiki maka mustahil kiranya pemerintahan sekarang ini menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
Rapuhnya Konstitusi Kita  
Ditambahkannya pasal 7 ayat 6 (a) yang mengatur tentang kenaikan BBM tersebut secara subtansi maupun secara redaksi jelas bertentangan dengan pasal yang sudah ada sebelumnya. Bagaimana tidak, pasal 7 ayat 6 mengatur bahwa BBM tidak boleh naik. Isi ayat ini seakan tidak berarti dengan dikeluarkan pasal 7 ayat 6 (a) yang mengatur adanya kenaikan BBM bersyarat.
Disahkannya pasal 7 ayat 6 (a) sebagai pasal baru, menunjukan adanya pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh pembuat konstitusi itu sendiri. DPR sebagai pembuat undang-undang telah melakukan suatu tindakan yang bersifat contradixtio in termenes (peraturan di bawahnya bertentangan dengan peraturan di atasnya atau sebelumnya). Suatu tindakan yang ir-rasional dan inkonstitusional.
Dengan demikian, bukanlah sesuatu yang aneh  jika ada sebagian ahli hukum yang ingin mengajukan judicial review atas Pasal 7 ayat (6a) tersebut ke mahkamah konstitusi. Karena sangat jelas, penambahan ayat baru tersebut bertentangan dengan konstitusi atau peraturan yang sudah ada dan sangat berbau politis.
Jika konstitusi kita dibuat hanya berdasarkan suara terbanyak hasil voting dan mengabaikan peraturan konstitusi sebelumnya, masih perlukah kita berpedoman pada undang-undang dan pasal-pasal yang dibuat atas nama konspirasi politik tersebut. Apalagi, sangat jelas bahwa peraturan baru tersebut sangat bertolak belakang dengan keinginan rakyat yang menginginkan BBM tidak naik.
Pembuatan pasal-pasal yang tidak populis tersebut dapat menjadi potret bagaimana kinerja para legislatif kita. Tidak salah memang, apa yang difatwakan oleh beberapa pengamat bahwa telah sering terjadi politik dagang sapi atau telah terjadi jual beli pasal dalam setiap etape pemerintahan di negeri ini.
Melihat fenomena pembuatan undang-undang seperti dicontohkan di atas, tidak heran kiranya jika akhir-akhir ini, banyak peraturan perundang-undangan yang roboh ketika dilakukan judicial review oleh beberapa pakar hukum kita. Hal ini tidak terlepas karena fondasi yang dijadikan pijakan dalam membuat undang-undang itu sendiri juga sangat rapuh dan keropos.
(terbit di HOKI 12 April 2012)


Description: Description: Description: Description: Description: Description: D:\FACE-FACE\mine\27072009(029).jpg
Description: Description: Description: Description: Description: Description: D:\FACE-FACE\mine\27072009(029).jpgDescription: Description: Description: Description: Description: Description: D:\FACE-FACE\mine\27072009(029).jpgDescription: Description: Description: Description: Description: Description: D:\FACE-FACE\mine\27072009(029).jpg
 Oleh: Siful Arifin, alumnus pasca sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya

0 komentar:

Posting Komentar

SI PAUL'S LIBRARY

Foto saya
Sampang, Jawa timur, Indonesia
Seorang manusia yang akan terus belajar di kampus kehidupan tanpa batas waktu kecuali tuhan sudah merindukan

Categories

Laman

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Recent Posts

Popular Posts

Arsip