Kekerasan Lagi, Kekerasan Lagi .....
Oleh : Siful Arifin | 08-Sep-2012, 23:26:47 WIB
KabarIndonesia - Penghakiman terhadap kelompok berbeda paham dalam beragama kembali tersaji. Seakan tak pernah kenal kata usai. Bibit-bibit kekerasan terus saja membiak menjalar keseluruh lorong-lorong negeri. Layaknya bom waktu, kekerasan atas nama agama bisa meletup kapan saja jika kita menghendaki. Setidaknya, itulah secuil asumsi melihat fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini.
Orang waras tidak akan pernah menyetujui dan tak akan pernah mengamini setiap tindak kekerasan atas nama apapun. Tuhan pun pasti murka ketika namanya selalu dicuplik untuk melegitimasi kekerasan yang dilakukan oleh siapa saja.
Mereka yang menyerang, membunuh saudara sebangsanya sendiri itu, pastilah orang malas yang enggan memahami Islam secara baik dan benar. Al-Qur'an sangat jelas melarang umat manusia untuk menumpahkan darah dan mengusir sesamanya dari kampung halaman mereka. Baca al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 84-85.
Islam agama damai, agama kasih, agama rahmatan lil 'aalamiin. Agama yang mengecam kekerasan dan kedzaliman. Tapi mengapa penganutnya berlaku sebaliknya. Bengis, sadis, brutal menjadi karakternya. Sungguh ironi. Nabi Muhammad sang pembawanya sopan, murah, toleran dan juga ramah tapi tidak demikian dengan-yang mengaku-ngaku pengikutnya. Wahai Nabiyullah Muhammad- sang manusia agung-maafkan kami selalu mempermalukanmu.
Tentang orang Islam Nabi pernah bersabda Almuslimu man salimal muslimuun min lisaanihi wayadihi" (H.R. Imam Muslim dari shahabat Jabir) "Muslim sejati ialah orang yang menjaga lisan dan tangannya sehingga orang-orang muslim lainnya selamat dari daripadanya."
Sabda nabi di atas jelas mengisyaratkan bahwa orang muslim adalah mereka yang sangat menjunjung tinggi perdamaian dan menjaga hubungan persaudaraan. Oleh karena itu, apapun alasannya tindakan anarkis dan kekerasan atas nama apapun tidak dapat dibenarkan baik secara teologis (agama) maupun secara ideologis (akal).
Sampai hari ini penulis yakin bahwa mereka yang melakukan penyerangan terhadap kelompok Syi'ah di Sampang itu hanyalah manusia-manusia yang terbakar oleh provokasi para imam mereka. Fitnah-fitnah tentang kelompok Syi'ah Sampang ini disebarkan untuk menyulut api kebencian. Wahai saudaraku seiman dan seperjuangan kekerasan bukan ajaran Islam dalam menghadapi problematika kehidupan. Tauladanilah nabi yang sangat menjunjung tinggi kedamaian dan keramah tamahan.
Kebenaran dan keabsahan sebuah aliran (madzhab agama) bukanlah kita yang menentukan. Kita semua hanya sedang meraba-raba jalan kebenaran yang direstui Tuhan. Tak elok rasanya jika kita menjadi "tuhan" untuk menghakimi salah benarnya sebuah aliran. Apalagi sampai melakukan penyerangan, pembakaran dan pembunuhan. Sungguh sangat mengerikan. Mari kita hindari tindak kekerasan dan tradisikan perdamaian. Itulah ajaran Islam.
TANGGUNG JAWAB ULAMA DAN UMARA
Peyerangan terhadap kelompok Syi'ah di Sampang, Madura, jauh dari kata selesai jika para tokoh, sesepuh, ulama (kiai) tetap berdiam diri. Sementara disisi lain, para penegak hukum dan pemerintah yang berwenang tetap mandul tak memberi solusi.
Tanpa bermaksud mengesampingkan penyelesaian konflik sampang secara struktural yang melibatkan pemerintah. Sejauh dalam pandangan penulis. Konflik di Sampang lebih bisa diakhiri melalui mekanisme kultural. Yakni adanya dialog antar kelompok ataupun antar sesama kelompok. Meminjam bahasa al-Qur'an saling nasehat menasehati antar sesama. Inilah pesan Tuhan dalam al-Qur'an surat al-‘Ashr ayat 3.
Oleh karena itu, Para ulama, ustad dan tokoh-tokoh lainnya harus lebih intens lagi memberikan ceramah-ceramah agama dengan pemahaman keagamaan yang benar, arif, damai, toleran sesuai dengan subtansi ajaran Islam itu sendiri. Bukan malah sebaliknya, memberikan khotbah-khotbah keagamaan yang cenderung provokatif dan menyinggung keyakinan kelompok lain, sehingga memicu timbulnya permusuhan dan kebencian yang bisa memecah belah kesatuan bangsa dan umat beragama. Kepada para ulama hentikanlah fatwa-fatwa yang dapat memercikkan api kebencian. Jadilah agen perdamaian bukan penyemai permusuhan.
Apalah arti seorang ulama jika tidak mampu memberi solusi terhadap problematika umatnya sendiri. Bukankah ulama itu pewaris nabi. Nabi bukanlah seorang pecundang yang bersembunyi di tempat suci sujudnya, tapi beliau adalah seorang ksatria yang mampu menjadi solusi bagi setiap problematika umat manusia-ingat bukan hanya untuk umat Islam saja-tapi untuk seluruh umat manusia termasuk manusia yang berpaham Syi'ah-Sunni ataupun manusia berpaham dan beragama lainnya. Nabi selalu melindungi dan bersifat toleran. Nabi tidak pernah membenci apalagi memusuhi.
Wahai para ulama, malulah pada gelar ulama yang telah kalian sematkan sendiri. Kata-kata sucimu sangat kami rindui. Shalatmu, dzikirmu tak kan berfungsi jika umatmu saling mencaci dan saling mengkebiri.
Melalui tulisan ini, penulis sebagai orang Sampang tulen ingin menyampaikan kepada seluruh stake holder-ulama dan umara- berlakulah adil dan berpikirlah serta bersikaplah objektif. Hentikan omong kosong bahwa konflik di Sampang bukan konflik ideologi Syi'ah vs Sunni. Konflik keluarga hanya menjadi bumbu penyedapnya saja. Jangan selalu beralibi dan mereduksi apa yang sebenarnya terjadi agar konflik itu bisa segera diakhiri. Jangan hanya bermain data di atas kertas tapi pahamilah akar, cabang dan ranting pohon masalahnya. Silahkan tanya kepada mereka yang sedang teraniaya bukan kepada mereka yang sedang berbuat nista dan dusta.
Tak lupa juga penulis ingin menyampaikan bahwa orang-orang yang ada di pelosok Madura -termasuk di daerah konflik saat ini-bersifat apatis terhadap hukum (pemerintah). Mereka lebih tunduk kepada fatwa (ulama atau kiai). Oleh karena itu, kepada pemerintah ajaklah mereka para ulama dan kiai untuk duduk bersama menyelesaikan konflik ini. Terutama ulama dan kiai-kiai setempat.
Kepada para kiai (ulama) katakanlah yang benar itu benar dan yang batil itu batil. Sebagaimana dalam kata bijak qulil haqqa walaw kana murron."katakanlah walaupun itu pahit". Jangan karena demi kelompok tertentu mencegah engkau-para ulama- untuk tidak berbuat adil. Sesungguhnya yang demikian itu dikecam dalam al-Qur'an. Syi'arkanlah ajaran Islam di atas fondasi kedamaian bukan dengan cara-cara mungkar seperti penyerangan dan dan pembunuhan.
Akhirnya, marilah kita selamatkan syi'ah, selamatkan Islam, selamatkan Sampang, selamatkan Madura, selamatkan Indonesia. Mari kita tanamkan nilai-nilai pancasila di mana saja. Bhinneka Tunggal Ika itulah dzikir-dzikir Indonesia raya.
  
* Alumunus IAIN Sunan Ampel Surabaya. Mantan ketua umum Himpunan Mahasiswa Sampang (HIMASA) Surabaya.
Oleh : Siful Arifin | 08-Sep-2012, 23:26:47 WIB
KabarIndonesia - Penghakiman terhadap kelompok berbeda paham dalam beragama kembali tersaji. Seakan tak pernah kenal kata usai. Bibit-bibit kekerasan terus saja membiak menjalar keseluruh lorong-lorong negeri. Layaknya bom waktu, kekerasan atas nama agama bisa meletup kapan saja jika kita menghendaki. Setidaknya, itulah secuil asumsi melihat fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini.
Orang waras tidak akan pernah menyetujui dan tak akan pernah mengamini setiap tindak kekerasan atas nama apapun. Tuhan pun pasti murka ketika namanya selalu dicuplik untuk melegitimasi kekerasan yang dilakukan oleh siapa saja.
Mereka yang menyerang, membunuh saudara sebangsanya sendiri itu, pastilah orang malas yang enggan memahami Islam secara baik dan benar. Al-Qur'an sangat jelas melarang umat manusia untuk menumpahkan darah dan mengusir sesamanya dari kampung halaman mereka. Baca al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 84-85.
Islam agama damai, agama kasih, agama rahmatan lil 'aalamiin. Agama yang mengecam kekerasan dan kedzaliman. Tapi mengapa penganutnya berlaku sebaliknya. Bengis, sadis, brutal menjadi karakternya. Sungguh ironi. Nabi Muhammad sang pembawanya sopan, murah, toleran dan juga ramah tapi tidak demikian dengan-yang mengaku-ngaku pengikutnya. Wahai Nabiyullah Muhammad- sang manusia agung-maafkan kami selalu mempermalukanmu.
Tentang orang Islam Nabi pernah bersabda Almuslimu man salimal muslimuun min lisaanihi wayadihi" (H.R. Imam Muslim dari shahabat Jabir) "Muslim sejati ialah orang yang menjaga lisan dan tangannya sehingga orang-orang muslim lainnya selamat dari daripadanya."
Sabda nabi di atas jelas mengisyaratkan bahwa orang muslim adalah mereka yang sangat menjunjung tinggi perdamaian dan menjaga hubungan persaudaraan. Oleh karena itu, apapun alasannya tindakan anarkis dan kekerasan atas nama apapun tidak dapat dibenarkan baik secara teologis (agama) maupun secara ideologis (akal).
Sampai hari ini penulis yakin bahwa mereka yang melakukan penyerangan terhadap kelompok Syi'ah di Sampang itu hanyalah manusia-manusia yang terbakar oleh provokasi para imam mereka. Fitnah-fitnah tentang kelompok Syi'ah Sampang ini disebarkan untuk menyulut api kebencian. Wahai saudaraku seiman dan seperjuangan kekerasan bukan ajaran Islam dalam menghadapi problematika kehidupan. Tauladanilah nabi yang sangat menjunjung tinggi kedamaian dan keramah tamahan.
Kebenaran dan keabsahan sebuah aliran (madzhab agama) bukanlah kita yang menentukan. Kita semua hanya sedang meraba-raba jalan kebenaran yang direstui Tuhan. Tak elok rasanya jika kita menjadi "tuhan" untuk menghakimi salah benarnya sebuah aliran. Apalagi sampai melakukan penyerangan, pembakaran dan pembunuhan. Sungguh sangat mengerikan. Mari kita hindari tindak kekerasan dan tradisikan perdamaian. Itulah ajaran Islam.
TANGGUNG JAWAB ULAMA DAN UMARA
Peyerangan terhadap kelompok Syi'ah di Sampang, Madura, jauh dari kata selesai jika para tokoh, sesepuh, ulama (kiai) tetap berdiam diri. Sementara disisi lain, para penegak hukum dan pemerintah yang berwenang tetap mandul tak memberi solusi.
Tanpa bermaksud mengesampingkan penyelesaian konflik sampang secara struktural yang melibatkan pemerintah. Sejauh dalam pandangan penulis. Konflik di Sampang lebih bisa diakhiri melalui mekanisme kultural. Yakni adanya dialog antar kelompok ataupun antar sesama kelompok. Meminjam bahasa al-Qur'an saling nasehat menasehati antar sesama. Inilah pesan Tuhan dalam al-Qur'an surat al-‘Ashr ayat 3.
Oleh karena itu, Para ulama, ustad dan tokoh-tokoh lainnya harus lebih intens lagi memberikan ceramah-ceramah agama dengan pemahaman keagamaan yang benar, arif, damai, toleran sesuai dengan subtansi ajaran Islam itu sendiri. Bukan malah sebaliknya, memberikan khotbah-khotbah keagamaan yang cenderung provokatif dan menyinggung keyakinan kelompok lain, sehingga memicu timbulnya permusuhan dan kebencian yang bisa memecah belah kesatuan bangsa dan umat beragama. Kepada para ulama hentikanlah fatwa-fatwa yang dapat memercikkan api kebencian. Jadilah agen perdamaian bukan penyemai permusuhan.
Apalah arti seorang ulama jika tidak mampu memberi solusi terhadap problematika umatnya sendiri. Bukankah ulama itu pewaris nabi. Nabi bukanlah seorang pecundang yang bersembunyi di tempat suci sujudnya, tapi beliau adalah seorang ksatria yang mampu menjadi solusi bagi setiap problematika umat manusia-ingat bukan hanya untuk umat Islam saja-tapi untuk seluruh umat manusia termasuk manusia yang berpaham Syi'ah-Sunni ataupun manusia berpaham dan beragama lainnya. Nabi selalu melindungi dan bersifat toleran. Nabi tidak pernah membenci apalagi memusuhi.
Wahai para ulama, malulah pada gelar ulama yang telah kalian sematkan sendiri. Kata-kata sucimu sangat kami rindui. Shalatmu, dzikirmu tak kan berfungsi jika umatmu saling mencaci dan saling mengkebiri.
Melalui tulisan ini, penulis sebagai orang Sampang tulen ingin menyampaikan kepada seluruh stake holder-ulama dan umara- berlakulah adil dan berpikirlah serta bersikaplah objektif. Hentikan omong kosong bahwa konflik di Sampang bukan konflik ideologi Syi'ah vs Sunni. Konflik keluarga hanya menjadi bumbu penyedapnya saja. Jangan selalu beralibi dan mereduksi apa yang sebenarnya terjadi agar konflik itu bisa segera diakhiri. Jangan hanya bermain data di atas kertas tapi pahamilah akar, cabang dan ranting pohon masalahnya. Silahkan tanya kepada mereka yang sedang teraniaya bukan kepada mereka yang sedang berbuat nista dan dusta.
Tak lupa juga penulis ingin menyampaikan bahwa orang-orang yang ada di pelosok Madura -termasuk di daerah konflik saat ini-bersifat apatis terhadap hukum (pemerintah). Mereka lebih tunduk kepada fatwa (ulama atau kiai). Oleh karena itu, kepada pemerintah ajaklah mereka para ulama dan kiai untuk duduk bersama menyelesaikan konflik ini. Terutama ulama dan kiai-kiai setempat.
Kepada para kiai (ulama) katakanlah yang benar itu benar dan yang batil itu batil. Sebagaimana dalam kata bijak qulil haqqa walaw kana murron."katakanlah walaupun itu pahit". Jangan karena demi kelompok tertentu mencegah engkau-para ulama- untuk tidak berbuat adil. Sesungguhnya yang demikian itu dikecam dalam al-Qur'an. Syi'arkanlah ajaran Islam di atas fondasi kedamaian bukan dengan cara-cara mungkar seperti penyerangan dan dan pembunuhan.
Akhirnya, marilah kita selamatkan syi'ah, selamatkan Islam, selamatkan Sampang, selamatkan Madura, selamatkan Indonesia. Mari kita tanamkan nilai-nilai pancasila di mana saja. Bhinneka Tunggal Ika itulah dzikir-dzikir Indonesia raya.
* Alumunus IAIN Sunan Ampel Surabaya. Mantan ketua umum Himpunan Mahasiswa Sampang (HIMASA) Surabaya.
 






 


 15.30
15.30

