MENCARI PEMIMIPIN
IDEAL
Benarkah
menjadi pemimpin merupakan idaman setiap orang? Jika diamati, dalam konteks
zaman ini maka menjadi pemimpin tidak hanya menjadi idaman tapi sudah menjadi sumbu
nafsu keserakahan. Untuk menjadi seorang pemimipin apapun dikorbankan. Tidak
hanya harta, harkat dan martabat diri sekalipun siap digadaikan, asal kekuasaan
itu bisa digenggaman tangan.
Pemimpin
sangat identik dengan kekuasaan. Dengan kekuasaan seorang pemimpin bisa tunjuk
kanan, tunjuk kiri menyuruh bawahan. Inilah paradigma kepemimpinan yang dianut masyarakat
kita.
Padahal kepemimpinan
itu hakikatnya adalah pengabdian, pengorbanan, atau bahkan penderitaan. Dalam
hal ini memimpin atau menjadi penguasa bukanlah menikmati atau minta dilayani
tapi memimpin adalah berbagi dan melayani. Memimpin adalah
menderita (leiden is lijden) begitulah pak Agus Salim berpesan kepada
kita.
Tipologi  Kepemimpinan 
Menjelang
pemilu  tahun 2014, isu tentang
kemimpinan sangat renyah untuk dijadikan topik pembicaraan. Media massa dan
lembaga survei mengangkat tema kepemimpinan untuk dipasarkan. Krisis
kepemimipinan menjadi latar untuk mengangkat isu kepemimpinan ke permukaan.
Banyak nama
dimunculkan. Banyak istilah digunakan untuk mengklasifikasi tipologi
kepemimpinan yang diidamkan. Ada yang menyebut pemimpin muda, pemimpin tua, ada
juga istilah pemimipin alternatif dan lain sebagainya.
Pertanyaan
mendasar yang harus kita jawab bersama adalah pemimpin seperti apa yang
sebenarnya kita idamkan itu. Pemimipin yang gagah badannya tapi kerdil nyalinya
atau pemimpin muda yang menyala-nyala semangatnya tapi minim pengalaman,
gagasan dan strateginya. Jika kita masih waras maka kedua tipe kepemimpin diatas
pasti tidak masuk dalam kriteria.
Dalam sebuah
artikelnya, Thomas koten menyebut ada dua model kepemimpinan yang pernah menghiasi
pentas dunia. Yakni, pemimipin yang baik (good
leader) dan pemimpin yang gagah (great leader). Tentunya good
leader dan great leader adalah tipologi kepemimpinan yang berbeda.
Good leader adalah seorang
pemimpin yang baik yang mau melayani, mau berkorban dan lebih mengutamakan
kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi serta berlaku adil dan
bijaksana. Nabi Muhammad dan 4 sahabatnya, Mahatma Ghandi dan Gus Dur adalah
para pemimpin dunia yang bisa dikategorikan sebagai good leader ini. 
Sementara, great
leader bisa diartikan sebagai seorang pemimpin yang ingin mewujudkan keinginan
pribadinya tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat pada umumnya. Namun
sering kali pemimipin dengan karakter great leader ini selalu
bersembunyi dibalik tabir untuk kepentingan bersama. Hitler, Stalin dan
Napoleoan adalah para pemimipin dunia yang masuk dalam kategori ini.
Dari dua model
kepemimpinan di atas, maka sebenarnya kita sedang mencari tipologi kepemimpinan
yang pertama, yakni good leader. Tapi sayangnya, kita seringkali
tergelincir, terpesona dan tertipu dengan gaya calon pemimpin yang tampil gagah
perkasa dan sok bijaksana. Bahkan sering kali juga, kita menggadaikan cita-cita
mulia hanya untuk kepentingan sementara.
Tentukan…!
Orang pintar,
orang cerdas, orang hebat di negeri ini tak terhitung jumlahnya alias banyak
sekali. Hitung saja berapa ribu profesornya, lain lagi jumlah doktor dan para
sarjananya. Tapi mengapa, kita sangat sulit memilih satu orang saja untuk
memimpin Negara ini.
Pesta demokrasi
melalui pemilu 2014 nanti merupakan kesempatan bagi kita semua untuk menentukan
nasib dan eksistensi bangsa ini ke depan. Oleh karena itu, marilah kita semua berikhtiar
dengan sungguh-sungguh untuk berpartipasi dalam pemilu 2014 nanti dan memilih
pemimipin yang berdiri di atas kepentingan rakyat bukan di atas kepentingan
golongan.
 Dalam kondisi Negara yang semakin carut marut seperti
sekarang ini sudah bukan saatnya lagi memilih pemimipin karena alasan agama,
ras, suku atau ideology sekalipun. Marilah kita kedepankan hati nurani. Kita
pilih pemimpin yang setia pada janji ibu pertiwi.
Bangsa ini
tidak butuh pemimpin yang populis tapi butuh pemimpin spesialis. Pemimipin yang
punya keahlian untuk mengangkat derajat, harkat dan martabat bangsa ini dari
keterpurukan. Dan kita seluruh masyarakat Indonesia punya kewajiban untuk
menentukan pemimpin yang bisa menjadi khalifah tuhan di bumi Indonesia ini.(pernah terbit di kabar madura)
 Oleh: Siful Arifin, akademisi IAIN Sunan Ampel Surabaya, dan peneliti muda di Arif Erdem foundation, Jawa Timur.
 






 01.36
01.36


0 komentar:
Posting Komentar